Rabu, 07 September 2011

Sebuah memori yang terbaca di Bandara


Seperti biasa bandara ini selalu saja sibuk dengan aktifitasnya, orang-orang datang silih berganti dari satu daerah ke daerah lain dari satu pulau ke pulau lain bahkan dari satu negara ke negara lain. Iya, tentu saja ini adalah bandara Internasional Sultan Hasanuddin. Dari tempat ini saya bisa melihat banyak orang, banyak kebudayaan dan tentunya orang-orang dari berbagai Negara, pemandangan yang sangat baik pagi ini pikirku dalam hati.
Sejak sejam yang lalu saya berada disini, saya memilih menghabiskan secangkir kopi di sebuah warung kopi yang ada di bandara ini, secangkir kopi dan 2 potong roti bakar. Sembari menunggu sepupuku datang dari Qatar Saudi Arabia dia memang bekerja disana kurang lebih dua tahun ini di Zahid Tracktor sebuah perusaahan tekenal disana yang menyuplai Heavy Equipment untuk berbagai tambang untuk wilayah Arab Saudi dan sekitarnya, beberapa hari yang lalu aku menerima telepon darinya bahwa masa kerjanya telah dia selesaikan disana dan dia berencana tuk segera pulang dan hari ini Insya Allah dia tiba kembali ke tanah air.
Namanya Muhammad Sayuki  dia adalah orang yang sangat aku kagumi dalam banyak hal, bisa jadi dia adalah salah satu inspirasiku dalam menjalani hidup, seorang pekerja keras yang luar biasa. Bukan hanya aku yang punya pemikiran seperti itu tentang dia, aku rasa hampir semua anggota keluarga besar kami juga berpikiran sama, bahkan nama sepupuku yang satu ini sangat sering kami dengar dari orang tua kami untuk kami jadikan sebagai contoh. Masih teringat kata ibuku mudah-mudahan kalau kau besar nanti bisa seperti sepupuku itu biar orang tuaku senang. Aku hanya tersenyum dan mengamini dalam hati
Aku berpikir sambil menunggu dia datang, tak ada salahnya  mencoba tuk mengingat hal apa saja yang pernah aku lewati bersamanya, entah mengapa aku selalu saja tersenyum bangga, secangkir kopi aku minum kemudian aku lanjutkan dengan satu gigitan roti bakar untuk kembali mencoba memulai mengingatnya.
Dia adalah anak kedua dari enam bersaudara, salah seorang anak laki- laki dari saudara bapak saya. Hampir  sebagian masa kecil aku habiskan di rumahnya, karena aku sempat tinggal disana untuk sekolah, hanya ada aku dan dia anak laki-laki disana, jadi kami banyak mengisi hari dengan permainan anak lelaki, membuat senjata dari kayu karena dia sangat berbakat dalam memahat, membuar perangkap untuk hewan di kebun, membuat simpul dari tali untuk memanjat pohon, tempat fitness dadakan ala kampung yang bebannya dari sekarung pasir atau barbel dari semen yang di masukkan kedalam kaleng mentega yang tentu saja anak seumuran saya saat itu sangat sulit untuk mengangkatnya
 Aku masih ingat waktu itu dia mengajariku cara membuat anak panah  yang baik bahkan sempat mengajariku cara melepaskan anak panah tersebut dari busurnya, sasarannya adalah jeruk yang masih tergantung di pohonnya, kami membidiknya dari atas kamar kami yang kurang lebih 20 meter dari pohon jeruk itu, dan seperti tebakanku, anak panah itu tertancap pas di tengah buah jeruk itu.
Meskipun pada waktu itu dia telah bekerja di Sorowako 47 Km dari rumah tempat tinggalku,  tapi dia masih saja sering pulang saat dia tidak bekerja untuk sekedar ikut berkebun membantu bapaknya, dia sangat antusias mengajakku ke kebun waktu itu, awalnya aku sangat tidak menyukainya karena setiap pulang badan pasti gatal-gatal karena banyak ilalang mengahalangi jalan. Namun bukan sepupuku namanya kalau tidak punya cara untuk membuat sesuatu yang nyaman, dia berpikir untuk mengajakku membantunya membuat rumah kebun, akhirnya agenda ke kebun pun menjadi rutinitasku meski hanya untuk mengunjungi rumah kebun tersebut.
Terkadang saat dia datang kami selalu memikirkan cara untuk mempercantik kamarku yang merupakan kamar warisan darinnya. Dulu kamar yg ku tempati itu adalah kamar dia  waktu masih bersekolah, pemilihan warna, poster, hiasan dinding, kami lakukan bersama-sama terkadang uang dari kantongnya pun bukan masalah baginya untuk mendesign kamar itu menjadi tempat yang sangat nyaman untuk di huni. Mengingat itu semua membawaku kembali ke masa lalu ketika aku benar-benar menganggap kamar itu sebagai rumahku, kebiasan membuat kamar senyaman mungkin itu masih kubawa sampai sekarang, mulai dari waktu aku kuliah, tinggal di rumah keluarga, bahkan saat aku telah bekerja dan sering berpindah lokasi kerja, ketika menempati kamar baru atau rumah baru, aku hanya butuh seminggu untuk membuat kamar itu sangat layak tuk di tempati.
Aku sudah mengangapnya sebagai kakak pertamaku, karena kebetulan aku tidak punya kakak dan aku sangat nyaman dengan itu. Aku teringat tentang kejadian suatu hari saat aku sedang tidur di kamar Almarhumah nenek, beliau pernah bercerita tentang sepupuku itu, ketika dia masih kecil yang sangat rajin membantu bapaknya mencari kayu bakar selepas dia pulang sekolah untuk dipakai  memasak, atau ketika dia masih kecil sudah terbiasa mencuci bajunya sendiri sebelum berangkat ke sekolah. Malam itu nenek berpesan kepadaku bahwa beliau sangat berharap saya bisa seperti sepupuku itu, yang sangat patuh terhadap orang tua, rajin beribadah, menjadi anak yang sangat baik dan disukai banyak orang, nenek mengingatkan untuk meniru cara dia membahagiakan orang tua dan  membuat orang tua  bangga.
Kembali secangkir kopi kuminum dan satu gigitan roti bakar sambil berucap dalam hati “masa kecil yang menyenangkan saat masih bisa dekat dengannya”. sampai akhirnya saya harus ke Makassar untuk melanjutkan sekolahku, kebersamaan kami pun harus sedikit terhambat oleh jarak, dan tentu saja kenangan manis penuh inpirasi itu  harus terhenti sejenak. Banyak perjalanan hidupnya yang aku ambil sisi positifnya, tentang sikapnya yang tegas, jiwa pekerja kerasnya dan cara dia mengatur kesehariannya.
Pernah aku berpikir apa yang telah dia lakukan sejauh ini saat aku tak bisa lagi mengikuti perjalanan hidupnya atau saat aku tak ada disana menyaksikan apa yang dia lakukan, apa yang dia rencanakan. Sampai  akhirnya aku membaca surat lamaran dan CV nya yang dia kirim untuk melamar di sebuah perusahaan minyak terbesar di Indonesia untuk possisi Manager. Aplikasi itu aku lihat di email sepupu aku, adik perempuannya, waktu itu adik perempuannya telah selesai kuliah dan mencoba untuk melamar pekerjaan dan referensi lamaran kerja dia kirim untuk adiknya itu.
Wow…kataku dalam hati saat itu. Dalam CV nya aku membaca semua hal yang pernah dia lakukan selama dia bekerja, mulai dari mengikuti puluhan Training taraf Internasioanal sampai berbagai pelatihan Leadership, pengalaman kerja di beberapa perusahaan ternama dengan posisi yang membanggakan, daftar panjang kemampuan yang dia milki dan pekerjaan yang sering dia tangani, daftar itu membuatku berpikir butuh waktu berapa lama untuk aku bisa mencapai itu semua. Tiada henti aku membayangkan kehebatan ispiratorku yang satu ini sampai lamunanku terhenti oleh nada dering dari handphoneku, ini telepon dari dia, sepupuku itu telah tiba disini di Makassar, aku pun segera menuju tempat kedatangan, aku pun langsung bisa mengenalinya dari jauh, sosoknya yang besar dan padat tanpa kehilangan senyum ramah penuh optimisnya. Kubalas lambainan tanganya tanda aku telah melihatnya, sebuah pelukan penuh persaudaraan dariku untuknya dan kami pun bergegas meninggalkan tempat ini menuju rumah sebagai planning awal sebelum planning berikutnya kami rancang untuk segera menyusul.
Cerita darinya tentang pengalaman barunya di Arab tentu sangatlah kunanti, sebagai tambahan suppportku untuk bisa menjalani hidup kedepan dengan penuh kematangan rencana. Semoga dari percakapan kami nanti aku bisa semakin membaca prinsip dalam hidupnya bahwa semua harus punya planning, target, kerja keras dan kesungguhan untuk mencapainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar